RSS

ASESMEN PENALARAN KERANGKA KERJA NORRIS-ENNIS DAN DIMENSI BELAJAR MARZANO

21 Jun

Istilah asesmen (assessment) dalam Stiggin (1994) sebagai penilaian proses, kemajuan, dan hasil belajar siswa (outcomes). Sementara itu asesmen diartikan oleh Kumano (2001) sebagai ”The process of collecting data which is shows the develompment of learning”. Dengan demikian dapat disimpukan bahwa asesmen merupakan istilah yang tepat untuk penilaian proses belajar siswa. Namun, meskipun proses belajar siswa merupakan hal yang penting yang dinilai dalam asesmen, faktor hasil belajar juga tidak dapat dikesampingkan.

Asesmen juga merupakan kegiatan pengumpulan bukti yang dilakukan secara sengaja, sistematis, dan berkelanjutan serta digunakan  untuk menilai kompetensi siswa.

Penalaran adalah proses kemampuan berpikir seseorang untuk mendapatkan suatu pengetahuan baru dengan cara melogikakan konsep-konsep yang diketahuinya berdasarkan bukti-bukti yang ada dan mengkontradiksikannya dengan pengetahuan yang sebelumnya. Penalaran juga merupakan semua hubungan antara pengalaman dan pengetahuan yang digunakan seseorang untuk menjelaskan apa yang dilihat, dipikirkan dan disimpulkan. Penalaran berasal dari kemampuan berpikir seseorang.

Jadi asesmen penalaran adalah  kegiatan pengumpulan bukti yang dilakukan secara sengaja untuk membuat hubungan antara pengalaman dan pengetahuan agar dapat menjelaskan apa yang dilihat, dipikirkan dan disimpulkan.

Norris dan Ennis (dalam Stiggin, 1989:1994) mengungkapkan satu set tahap-tahap yang termasuk proses berpikir kritis:

1.      Mengklarifikasi isu dengan mengajukan pertanyaan kritis

2.      Mengumpulkan informasi tentang isu

3.      Mulai bernalar melalui berbagai sisi atau sudut pandang yang berbeda-beda

4.      Mengumpulkan informasi dan melakukan analisis lebih lanjut, jika diperlukan

5.      Membuat dan mengkomunikasikan keputusan

Disamping mengembangkan berpikir kritis yang berkaitan dengan domain kognitif, Norris dan Ennis juga mengembangkandisposisi yang merupakan “jiwa kritis”. Berikut akan diuraikan tentang kemampuan dan disposisi kritis dari Norris dan Ennis

Norris dan Ennis (dalam Stiggins, 1994) menyatakan berpikir kritis merupakan berpikir masuk akal dan reflektif yang difokuskan pada pengambilan keputusan tentang apa yang dilakukan atau diyakini. Masuk akal berarti berpikir didasarkan atas fakta-fakta untuk menghasilkan keputusan yang terbaik, reflektif artinya mencari dengan sadar dan tegas kemungkinan solusi yang terbaik. Dengan demikian berpikir kritis, menurut Norris dan Ennis adalah berpikir yang terarah pada tujuan. Tujuan dari berpikir kritis adalah mengevaluasi tindakan atau keyakinan yang terbaik. Norris dan Ennis memfokuskan kerangkanya pada proses berpikir yang melibatkan pengumpulan informasi dan penerapan kriteria untuk mempertimbangkan serangkaian tindakan atau pandangan yang berbeda. Ini bersesuaian dengan tingkat berpikir evaluasi pada taksonomi Bloom.

Jiwa kritis menurut Norris dan Ennis meliputi: kebutuhan untuk berpikir logis, berusaha keras untuk memiliki pengetahuan luas dari sumber-sumber yang kredibel, berwawasan atau berpandangan luas, dan memperoleh kesenangan pribadi dalam hubungannya dengan cara pemecahan masalah-masalah yang komplek. Namun, Norris dan Ennis berpendapat bahwa alat-alat intelektual dapat menjadi tidak berguna, jika tidak ada tanggung jawab untuk menggunakannya.

Kerangka kerja Norris dan Ennis mengungkapkan bahwa penalaran kompleks memerlukan penggunaan terintegrasi dari sejumlah proses berpikir. Karena kompleksitasnya, kerangka kerja Norris dan Ennis ini tidak cocok dengan asesmen respon terbatas. Di lain pihak, kita dapat menggunakan asesmen essay untuk memperoleh informasi tentang penalaran dan pemahaman yang komplek. Di samping itu kita dapat menggunakan asesmen essay sebagai alat untuk menguraikan proses penalaran siswa.

Asesmen kinerja sangat baik digunakan untuk menilai penalaran. Kita dapat menggunakan suatu isu kepada siswa baik individu maupun kelompok dan kemudian menilai keterampilan berpikir kritisnya. Di samping dengan asesmen kinerja, kita juga dapat menyelidiki penalaran siswa melalui komunikasi personal dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan strategis.

Atau kita dapat mengikutsertakan siswa untuk merancang kriteria penskoran essay, kriteria penskoran asesmen kinerja, atau suatu daftar tentang tahap-tahap penting dalam proses berpikir Norris dan Ennis. Dengan cara seperti itu guru setidaknya dapat menilai respon siswa dan bagaimana penalaran masing-masing siswa. Karena mereka menginternalisasi visi dan merefleksikan pekerjaannya sendiri, mereka akan menjadi pemikir yang kritis.

Sebagaimana pandangan Norris dan Ennis, kerangka kerja konseptual yang ditawarkan oleh Marzano (1992) mencakup komponen kognitif dan afektif. Dimensi kognitif (dari susunan Marzano yang relatif komplek) menguraikan tentang proses penalaran yang disajikan dalam tabel 2 dengan label, definisi dan contoh. Dimensi afektif menyatakan bahwa siswa harus mengembangkan dan mempertahankan sikap dan persepsi positif mengenai pembelajaran dan pemahaman tanggung jawab personal untuk berpikir yang bijak.  Bila dimensi afektif ini tidak dimiliki, maka sepertinya keterampilan yang mereka miliki jadi sia-sia.

Keunggulan kerangka kerja ini adalah bahwa setiap jenis berpikir yang dispesifikasikan diterjemahkan secara natural kedalam pertanyaan yang tampaknya dapat diterapkan pada semua area materi.  Lebih jauh, setiap pertanyaan tampaknya unik dan relevan dengan dunia nyata.

Sebagai bahan pertimbangan kita dapat menggunakan contoh pertanyaan yang ada pada tabel sebagai model, kemudian memilih area konten dan menempatkan serangkaian pertanyaan yang mungkin digunakan untuk memeriksa pemahaman siswa pada area tersebut.

Belajar merupakan upaya pemberian makna oleh pebelajar kepada pengalamannya. Prosesnya mengarah pada pengembangan struktur kognitif dan dilakukan baik secara mandiri maupun secara sosial. Tujuan utama pembelajaran adalah membelajarkan pebelajar. Oleh karena itu pembelajaran harus diarahkan untuk mengoptimalkan upaya tersebut. Marzano (1992) melukiskan kegiatan belajar akan efektif jika melalui 5 dimensi belajar yang digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Model Dimensi Belajar (Adaptasi dari Marzano, 1992)

Gambar menunjukkan bahwa proses, hasil dan dampak belajar pebelajar akan optimal, jika pebelajar:

  1. Memiliki persepsi dan sikap positif terhadap belajar;
  2. Mau dan mampu mendapatkan dan mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan serta membangun sikapnya;
  3. Mau dan mampu memperluas serta memperdalam pengetahuan dan ketrampilan serta memantapkan sikapnya;
  4. Mau dan mampu menerapkan pengetahuan, ketrampilan, dan sikapnya secara bermakna;
  5. Mau dan mampu membangun kebiasaan berpikir, bersikap dan bekerja produktif.

Dalam kerangka kerja Marzano, masing-masing dari empat kategori kognitif utama disertai dengan tantangan asesmen tersendiri. Sebagai contoh, pada tingkatan kognitif pertama “memperoleh dan memasukan pengetahuan baru” menunjukkan asesmen yang bergantung pada komunikasi personal. Sementara format respon terbatas dan essay dapat menceritakan tentang apakah pengetahuan deklaratif dan prosedural yang dikehendaki telah dikuasai, Marzano tampaknya tertarik lebih banyak pada apakah siswa mempelajarinya dan bagaimana memasukan pengetahuan yang baru ke dalam struktur berpikir yang sudah ada. Pembelajaran merupakan proses aktif menyusun makna atau suatu proses personal. Marzano menginginkan kita untuk berdiskusi dengan siswa tentang proses-proses aktif tersebut dan memeriksa pengalaman pembelajaran siswa menggunakan problem seperti pada tabel 2.

Dengan kata lain, pengamatan terkait dengan tingkatan kognitif kedua “pemberian pengetahuan”  untuk poin 2F dan 2H menggunakan format essay sedangkan poin yang lain menggunakkan respon terbatas. Mengidentifikasi persamaan dan perbedaan dapat berupa mengkategorikan, menarik simpulan induktif deduktif dan menemukan tema. Mengidentifikasikan ini merupakan dasar-dasar yang baik untuk latihan tes pilihan ganda seperti pada tabel 3 dengan beberapa ilustrasi sederhana.

Untuk tingkatan kognitif ketiga dan empat “menggunakan pengetahuan bermakna dan kebiasaan berpikir” menggunakkan asesmen kinerja. Marzano mengarahkan kita untuk menghasilkan macam-macam penalaran yang lebih komplek dan hal itu memicu pemikiran asesmen kinerja yang lebih serius. Kita harus memberikan suatu keputusan dalam membuat, memeriksa dan melakukan, menyelesaikan masalah, menemukan tantangan dengan melihat kerja/usaha siswa. Sepanjang kita dapat menyetujui dalam peningkatan performance yang efektif dan sepanjang siswa mempunyai peluang besar untuk praktek, asesmen kinerja berbasiskan pada pertimbangan guru dapat dilakukan secara efektif.

 
 

Leave a comment